Dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, blangkon adalah topi pria yang menunjukkan kehormatan dan kesederhanaan dalam budaya Jawa. Bentuknya yang melingkar dengan lipatan di belakang bukan hanya desain semata, tetapi mencerminkan harmoni dalam kehidupan. Pada zaman kerajaan, blangkon menandakan status sosial seseorang dan dipakai dalam berbagai ritual adat. 

Sebagai simbol kehormatan di Jawa Barat, iket Sunda mencerminkan hubungan yang erat antara manusia dengan alam dan Sang Pencipta. Dibuat dari kain yang dililit dan diikat di bagian atas kepala, iket Sunda adalah wujud kesederhanaan dan kebijaksanaan masyarakat Sunda yang harmonis dengan lingkungannya. 

Topi dari Madura yang terbuat dari anyaman daun pandan ini lebih dari sekadar pelindung kepala dari panas; tudung saji juga merupakan lambang ketangguhan masyarakat Madura yang mampu bertahan dalam kondisi alam yang keras. Masyarakat Madura menghargai kerja keras dan kekuatan, yang ditunjukkan melalui tradisi mengenakan tudung saji. 

Peci merupakan simbol nasional yang sering dipakai dalam upacara keagamaan atau formal di seluruh Indonesia. Peci ini juga melambangkan persatuan bangsa, terutama pada masa kemerdekaan. Dipopulerkan oleh tokoh seperti Soekarno, peci menjadi penanda identitas Indonesia yang bersatu dan merdeka. 

Sebagai mahkota emas yang dikenakan wanita dari Lampung, siger melambangkan keanggunan dan keagungan dalam tradisi Sumatera. Bentuknya menyerupai bunga atau hewan mitologi yang mengisyaratkan kehormatan dan keindahan. Dalam upacara pernikahan, siger menjadi lambang keberanian dan keutuhan wanita Lampung. 

Mahkota yang terbuat dari bulu burung cenderawasih ini adalah simbol kebanggaan masyarakat Papua. Penggunaan mahkota ini pada upacara adat dan tarian menegaskan pentingnya alam dalam kehidupan masyarakat Papua. Burung cenderawasih yang dilestarikan adalah lambang kecantikan dan kekayaan budaya Papua. 

Topi dari Rote, Nusa Tenggara Timur, berbentuk kerucut dengan bahan daun lontar yang dianyam, menampilkan kekuatan dan kebijaksanaan. Masyarakat Rote mengenakan topi ini untuk menunjukkan identitas mereka dan melindungi dari panas matahari, tetapi juga sebagai penanda status sosial. 

Dalam tradisi Bali, udeng adalah penutup kepala dari kain yang digunakan dalam berbagai ritual adat. Udeng melambangkan keseimbangan spiritual dan duniawi, serta peran penting dari keharmonisan antara manusia dengan alam. Udeng menjadi bagian dari identitas budaya yang digunakan oleh kaum pria dalam upacara keagamaan.